Baperekraf Sebut Revisi PP 109 Tahun 2012 Acam Keberlangsung Industri Periklanan

Baperekraf Sebut Revisi PP 109 Tahun 2012 Acam Keberlangsung Industri Periklanan

JAKARTA – Pertumbuhan industri kreatif kian berkembang pesat di Indonesia seriring dengan perkembangan teknologi digital. Sebaliknya, wacana revisi PP 109 Tahun 2012 Tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan yang mengacam mematikan industri kreatif khususnya industri periklanan.

Pasalnya, melalui wacana revisi PP 109 Tahun 2012 yang didorong dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 25 Tahun 2022 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2023 yang ditelah ditandatangani Presiden pada 23 Desember 2022, mengancam keberlangsungan industri periklanan.

“Kondisi saat ini ada sebanyak 300 regulasi eksesif yang mengatur ekosistem pertembakauan. Tembakau ini adalah produk legal namun perlakukannya seolah-olah ilegal, dan berdasarkan keputusan MK produk hasil tembakau boleh memasang iklan, promosi maupun sponsorhip,” tutur Hananto Wibisono selaku Sekretaris Jenderal (Sekjen) AMTI, saat beraudensi dengan Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang berlangsung di ruang rapat Lt 7 Gedung Kementerian BUMN, Jakarta Pusat, Rabu (1/3).

Baca Juga : https://amti.id/irpii-nilai-revisi-pp-109-tahun-2012-tidak-perlu-berdampak-pada-industri-kreatif/

Hananto melanjutkan, dalam wacana revisi PP 109/2012 ada tujuh poin pokok materi yang diusulkan yaitu perubahan pengaturan tentang 1. penambahan luas prosentase gambar dan tulisan peringatan kesehatan pada kemasan produk tembakau, 2. Kententuan rokok elektrik, 3. Pelarangan, iklan, promosi dan sponsorship produk tembakau di media teknologi informsi, 4. Pelarangan penjualan rokok batangan, 5. Pengawasan iklan, promosi, sponsorship produk tembakau di media penyiaran, media dalam dan luar ruang dan media teknologi informasi, 6. Penegakan dan penindakan dan 7. Media teknologi informasi serta penerapan kawasan Tanpa Rokok (KTR).

“AMTI memandang, PP 109/2012 tidak perlu di revisi. Pasalnya, seluruh ekosistem pertembakauan sudah sangat patuh dalam mengimplementasikan aturan yang berlaku saat ini,” tegas Hananto.

Dalam PP 109/2012 iklan produk tembakau sudah diatur sedemikian rupa dalam pasal 27, iklan di media luar ruang harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: tidak diletakkan di Kawasan Tanpa Rokok (KTR), tidak diletakkan di jalan utama atau protokol, harus diletakkan di sejajar dengan bahu jalan dan tidak boleh memotong jalan atau melintang dan tidak melebihi ukuran 72 meter persegi.

Baca Juga: https://amti.id/pp-109-tahun-2012-tak-perlu-revisi-optimalkan-implementasinya/

Selain itu dalam Pasal 27 juga dimuat bahwa iklan produk tembakau di media cetak wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut; tidak diletakkan di sampul depan dan/atau belakang media cetak, atau halaman dengapn surat kabar, tidak diletakkan berdekatan dengan iklan makanan dan minuman, luas kolom iklan tidak memenuhi seluruh halaman dan tidak dimuat di media cetak untuk anak, remaja dan perempuan.

Bahkan iklan di media penyiaran hanya dapat ditayangkan setelah pukul 21.30 sampai pukul 05.00 waktu setempat. Masih di Pasal 27, iklan media teknologi informasi harus memenuhi ketentuan situs merek dagang produk tembakau yang menerapkan verifikasi umum untuk membatasi akses untuk usia 18 tahun ke atas.

“Jika fokus tujuan revisi PP 109/2012 adalah menekan prevalensi perokok anak ini berbeda dengan data yang dirilis BPS bahwa prevalensi perokok anak sudah turun. Kami bukan tidak taat terhadap aturan atau tidak mau diatur, namun marilah kita membuat aturan yang bercita rasa nusantara yang dapat ditaati seluruh pihak,” jelas Hananto.

Menanggapi hal itu, Sekretaris Deputi VII Bidang Ekonomi Digital dan Produk Kreatif (Baperekraf) Riwud Mujirahayu, M.Pd mengakui adanya PP 109/2012 sudah sangat baik karena berhasil menurunkan jumlah prevalensi perokok anak (data BPS). Selain itu, selama ini, industri produk hasil tembakau telah menyumbang penerimaan negara melalui cukai rokok.

Baca Juga: https://amti.id/elemen-ekosistem-pertembakauan-sepakat-tolak-wacana-revisi-pp-109-tahun-2012/

“Bisa diakui, anak – anak mudah yang merokok sebenarnya tidak tergantung pada iklan ini tergantung maunya/passionnya itu menjadi pilihan masing-masing,” ujarnya.

Lebih lanjut, Riwud mengemukakan, revisi PP 109/2012 harusnya bersifat win-win solution. Sebab revisi PP 109/2012 perlu dicermati dengan seksama khususnya bagaimana dampaknya kepada masyarakat khususnya pada industri periklanan di tanah air.

“Harus dilihat benar-benar dampak yang ada jika PP ini direvisi, kita harus melihat real condition, apalagi iklan digital sekarang sangat masif. Sikap kami adalah mempertahankan regulasi yang sudah ada dan untuk poin revisi periklanan perlu dicermati,” jelasnya.

Bahkan, wanita berjilbab ini menyarankan agar dibentuknya rapat kolaborasi, dimana semua pemangku kepentingan khususnya di ekosistem pertembakauan dan pihak pemerintah yang menginisiasi wacana revisi PP 109/2012 untuk duduk bersama untuk mendapatkan kesepakatan agar adanya solusi yang tidak merugikan pihak yang lainnya.

Masih di tempat yang sama, Bagian Sub Sektor Baperekraf Tetra Tiani menambahkan, jika revisi PP 109/2012 dilakukan maka akan menempuh jalan panjang untuk merubahnya. Pasalnya menurut Tia – panggilan akrab Tetra Tiani pihaknya harus deal dengan banyak instansi terkait.

“Kalau saya liat ini ada politik dagang tembakau, ada kepentingan negara-negara yang nggak mau Indonesia maju, karena tembakau Indonesia yang terbaik,” ungkapnya. (*)

Add a Comment

Your email address will not be published.