Timbulkan Gejolak, Warga Desa Tlahap Tolak Kampanye Konversi Lahan Tembakau
TEMANGGUNG – Masyarakat Posong, Desa Tlahap, Kecamatan Kledung, Temanggung yang mayoritas bekerja sebagai petani tembakau sepakat menolak ajakan konversi lahan tembakau. Hal ini mengingat bahwa 99 persen warga Tlahap mengandalkan tembakau sebagai sumber mata pencahariannya. “99 persen masyarakat Desa Tlahap menanam tembakau. Ada 16 kelompok tani di sini. Sekarang, masyarakat, petani telah menanam tembakau dengan umur sekitar 1-2 bulan. Ketika ada upaya untuk mendorong petani tembakau melakukan konversi lahan, ini sangat meresahkan kami,” ujar Ahmad Isyaudin, Kepala Desa Tlahap, Kecamatan Kledung, Temanggung.
Pria yang akrab disapa Udin ini menilai kampanye konversi lahan oleh kelompok-kelompok anti-tembakau tidak pernah mengenal dan tidak memahami keberadaan tembakau bagi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat Desa Tlahap. Kampanye mengajak petani untuk konversi lahan tembakau, menurut masyarakat, sengaja dilakukan bersamaan dengan momentum penyusunan RUU Kesehatan yang sedang membuat petani tembakau saat ini sedang resah.
Baca Juga: https://amti.id/ekosistem-pertembakauan-meminta-rdpu-ruu-omnibus-kesehatan/
Masa tanam tembakau dibayangi awan hitam RUU Kesehatan, dengan rancangan Pasal 154 yang mengelompokan produk tembakau dengan narkotika dan psikotropika yang merupakan barang ilegal serta alkohol yang memiliki aturan yang ketat. Selain itu, RUU Kesehatan juga digadang-gadang akan menjadi titik pangkal pembinasaan tembakau karena berbagai peraturan turunannya. “Inilah bentuk aspirasi dan reaksi kami. Para petani tembakau menolak tembakau disamakan dengan narkotika. Harapan kami, para wakil rakyat memiliki nurani untuk mendengarkan dan punya kebijakan agar jangan sampai menyakiti hati petani,” kata Udin.
Senada, Muhajir, warga Posong, Desa Tlahap menyayangkan aksi dan kampanye konversi lahan tembakau karena sungguh memaksakan kehendak tanpa mempertimbangkan bahwa hal tersebut justru sangat menyinggung dan menyakiti petani. “Gerakan kelompok ini sangat meresahkan dan menimbulkan gejolak petani yang sedang menanam tembakau. Janganlah demi agenda asing, jadi memaksa, memojokkan dan mengorbankan para petani,” kata Muhajir.
Sebelumnya, warga Desa Tlahap mendapatkan informasi kedatangan peserta dari Indonesian Conference on Tobacco or Health (ICTOH). Kunjungan ini memiliki tujuan untuk melakukan ajakan kampanye konversi (peralihan) tanaman tembakau kepada para petani tembakau di wilayah tersebut. “Kami, seluruh masyarakat di Desa Tlahap bereaksi untuk menolak keras kegiatan kunjungan yang dilakukan oleh kelompok anti tembakau tersebut. Penolakan ini dilakukan dengan memasang beberapa spanduk dan baliho yang menegaskan bahwa masyarakat Desa Tlahap akan tetap menanam tembakau,”ujar pria yang akrab disapa Udin ini.
Sebagai komoditas yang menjadi andalan di musim kemarau, tembakau menjadi penopang perekonomian untuk memenuhi sandang, papan, pangan dan pendidikan masyarakat. “ICTOH dan kelompok-kelompok anti tembakau ini, berkunjung dengan niat yang tidak baik. Mau mengklaim dengan modus memberikan bantuan, tapi ujung-ujungnya menjadikan Desa Tlahap sampel bahwa petani tembakau telah beralih tanaman. Kami menolak demi memperjuangkan masa depan keberlangsungan mata pencaharian kami,” tegas pria yang kesehariannya juga adalah petani tembakau.
Perjuangan Petani Tembakau
Warga Posong, Desa Tlahap, sepakat menolak memastikan tetap menanam tembakau. Hariyanto, warga Posong merasa gerah dengan kampanye mendorong konversi lahan pertanian tembakau. “Apa yang kelompok anti-tembakau lakukan adalah membawa misi yang justru bukan untuk membantu mensejahterakan kehidupan petani. Oleh karena itu kami menolak. Kami, petani, akan terus berjuang demi kebutuhan dan masa depan kami,” tegas Hariyanto.
Ia meyakini bahwa agenda kelompok anti tembakau yang mengajak petani beralih ke tanaman lain, juga sekaligus bermaksud mengklaim bahwa petani menerima Pasal Pengamanan Zat Adiktif di RUU Kesehatan. “Masyarakat resah. Mereka bermaksud membantu membuat embung, tapi ujungnya mau mengklaim dan menguatkan bahwa petani siap beralih tanaman. Kami tidak terima. Apalagi sekarang ini tembakau mau disamakan dengan narkotika. Kami tidak mau terjebak dengan misi yang tidak tulus ini,” tutup Hariyanto. (*)