Petani Tembakau Sejahtera, Mimpikah?
Oleh: Siyamin Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Temanggung
Di zaman sekarang ini, siapa pula yang mau bercita-cita sebagai petani? Selain dianggap tidak keren, menjadi petani lebih banyak nelangsa-nya daripada sejahtera-nya. Bukan tidak ada yang sejahtera,tapi bisa dihitung dengan jari. Ini masih petani secara umum, belum spesifik sebagai petani tembakau. Mayoritas mereka yang memilih jalan ninja sebagai petani tembakau, ya karena tembakau sudah menjadi warisan dan budaya yang mendarah daging dalam kehidupan. Alias sejak lahir sudah dihidupi dari tembakau. Lagipula, memang tidak ada komoditas lain yang bisa diandalkan sebagai sumbermata pencaharian di daerah petani masing-masing. Dulu, tembakau pernah mencapai masa kejayaan nya, maka tak heran bila tanaman semusim ini mendapat julukan daun emas.
Di tempat saya tinggal, Temanggung yang dijuluki Kota Tembakau, para petani nya sedang berjuang mengembalikan kejayaan tanaman tersebut. Minimal bisa membuat para petani Temanggung yang menggantungkan hidupnya pada tembakau bisa hidup lebih baik. Tak perlu waswas dengan harga jual yang stagnan, pembatasan ataupun peraturan eksesif, atau hadangan anomali cuaca yang mempengaruhi produktivitas pertanian. Ironis sebenarnya mengingat Temanggung dijuluki (dan pada kenyataannya) memang memiliki kualitas terbaik seperti Srintil atau tembakauuntuk grade G yang harganya bisa sampai Rp 1 juta per kilonya. Sedangkan grade A sampai C paling sekitar Rp 40-90 ribu.
Jika memang Temanggung punya tembakau kualitas grade tinggi dengan harga menggiurkan, terus mengapa petaninya tidak merasakan untung? Pertama-tama, Di Temanggung sendiri, tidak semua lahan bisa ditanami Tembakau Srintil. Keberadaan Srintil sebenarnya sangat langka dan hanya bisa ditanam di lahan-lahan tertentu saja. Kualitas Srintil terbaik berada di daerah Lamuk Legok dan Dampit Losari yang berada di lereng Gunung Sumbing, serta daerah Kwadungan dan Bansari yang berada di lereng Gunung Sindoro.
Yang menjadi tantangan, satu faktor yang membuat tembakau Srintil bisa ditanam di Temanggung adalah cara penanaman dan pemeliharaannya yang masih dilakukan dengan kearifan lokal. Karena itulah tembakau di sana, tak hanya Srintil, tembakau biasa yang mereka tanam juga dipastikan mengandung kadar nikotin yang tinggi.Oleh karena itu wajar, bila Lamuk Legok, bisa menghasilkan tembakau Srintil yang berkualitas dengan harga yang mahal. Pada prinsipnya, daun tembakau yang kelak menjadi Srintil berasal dari varietas asli Temanggung bernama Kemloko. Penanamannya pun dilakukan dengan teknik bagus yaitu tidak dicampur dengan varietas lain dan tanahnyatidak memiliki terlalu banyak kadar air. Dengan kata lain, kondisi geografis, cuaca dan varietas punya andil besar untuk menghasilkan tembakau terbaik. Dan, untuk mewujudkan keselarasan seluruh faktor tadi, membutuhkan materi, waktu dan tenaga yang tidak sedikit. Tidak semua petani bisa melakukannya, mengakses teknologinya dan sumber dayanya.
Bersama dengan Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kabupaten Temanggung, kami para petani tembakau, sejak 2017 lalu dikenalkan pada varietas Kemloko 4,5 dan 6 sebagai perbaikan kualitas varietas sebelumnya. Keunggulan varietas kemloko 4, 5 dan 6 daunnya ini lebih lebar, batang kuat dan tahan 3 penyakit yakni nematoda, bakteri dan jamur yang bikin daun layu.Tantangan lain yang muncul adalah varietas ini akan lebih maksimal bila menggunakan pupuk nabati. Harus diakui proses pertumbuhan dengan pupuk nabati tidak secepat menggunakan pupuk kimia. Ya, penerapan pengendalian hama terpadu dan konservasi lahan tanam tembakau masih menjadi pekerjaan rumah yang menanti petani tembakau.
Dengan kata lain, dari sisi on farm, petani tembakau menghadapi peningkatan biaya produksi yang tidak sebanding dengan harga jual. Begitu juga dengan hasil produksi tembakau per hektar belum maksimal, rata-rata masih di kisaran 0,5-0,6 ton. Padahal sbelumnya sempat mencapai 0,75 ton. Sementara itu, masalah setelah panen, harga tawar terhadap produk tembakau petani masih rendah. Padahal, sesungguhnya, Temanggung bukan hanya produsen tembakau terbesar, namun juga market terbesar. Harus saya akui (walaupun pahit), sebagai petani tembakau kami kurang berdaya saing (bahkan kalah saing) di market.
Itu masih soal tanamannya. Kedua, soal produknya. Produksi tembakau kering dari petani utamanya adalah sebagai bahan baku rokok (kretek). Belum ada varian produk lain yang dapat dihasilkan dengan menggunakan bahan baku tembakau. Jikalaupun ada, masih sangat terbatas teknologi pengolahan dan industrinya. Dalam beberapa literatur, saya membaca dan sempat melihat bagaimana tembakau digunakan untuk menghasilkan produk seperti parfum, bahan anastesi kesehatan, hingga skincare anti aging. Namun, lagi-lagi dari segi nilai ekonominya, varian produk tersebut masih belum terjangkau mengingat proses pembuatan dan teknologi yang digunakan cukup kompleks. Sementara varian produk sejenis yang bukan dari tembakau, telah lebih dulu ramai di pasaran dan lebih ekonomis.
Dari sisi produk, sebagai petani saya berharap khususnya kepada Badan Penanaman Modal Daerah untuk dapat mencari investor dari luar maupun dalam negeri yang dapat menyatukan suplai dan demand kebutuhan tembakau untuk varian produk lainnya. Sehingga tembakau Temanggung dan para petaninya dapat semakin berdaya saing. Kami, para petani siap melakukan pemurnian varietas tanaman untuk mewujudkan hal tersebut.
Ketiga, terkait peraturan dan perundang-undangan. Sebagai mata rantai dari elemen industri hasil tembakau (IHT), para petani berada di sisi hulu. Kebijakan ataupun keputusan pemerintah terhadap IHT, maka sedikit banyak akan berpengaruh kepada kami petani tembakau di sisi hulu. Mulai dari cukai, penerapan kawasan tanpa rokok (KTR), hingga regulasi kesehatan yang membatasi produk rokok, mempengaruhi serapan hasil tanam para petani. Bahkan tak hanya yang berasal dari dalam negeri, rekomendasi aturan yang berasal dari luar negeri pun turut menekan produk rokok.
Regulasi Sektor Pertembakauan
Sampai saat ini, belum ada regulasi yang nyata-nyatanya melindungi sektor pertembakauan, khususnya yang menjamin para petani petani tembakau dalam menjalankan usahanya. Maka, tidaklah heran jika daya tawar para petani tembakau menjadi rendah dan kami kurang berdaya saing di market yang sangat kompetitif. Kami membutuhkan sebuah regulasi atau peraturan yang benar-benar direncanakan, disusun dan dirancang untuk mengatur segala bentuk yang berkaitan dengan pertembakauan.
Bahkan bukan hanya sebuah regulasi yang hanya melindungi petani tembakau saja, namun juga semua pelaku pertembakauan harus mendapatkan proteksi. Namun, angin segar datang dari Pemerintah Kabupaten Temanggung,Pemerintah Kabupaten Temanggung berencana mengajukan peraturan daerah (Perda) khusus pertembakauan. Dengan harapan ke depan ada perlindungan kepada petani tembakau dan tembakau asli Temanggung. Bupati Temanggung M Al Khadziq mengatakan, selama ini memang belum ada payung hukum yang kuat untuk melindungi petani tembakau, dan tembakau asli Temanggung. Sehingga petani tidak berdaya ketika mendapat masalah khususnya saat panen raya tiba.
Dengan sederet tantangan dan problematika yang dihadapi petani tembakau, mengapa tidak diversifikasi tanaman saja? Seperti yang saya sebutkan di atas, tembakau adalah soal darah daging, jati diri dan harga diri bagi kami petani tembakau di Temanggung. Apapun ceritanya, tembakau telah berhasil menjadi lokomotif perekonomian, bukan hanya di Temanggung namun juga Indonesia. Enam juta orang menggantungkan hidupnya pada tembakau. Tembakau pun telah menjelma sebagai tulang punggung penerimaan negara. Tidak sesederhana itu mengalihkan hati, jiwa dan pikiran kami para petani tembakau ke komoditas lain.
Bicara tembakau, berarti bicara kehidupan, perjuangan dan keberpihakan. Kami para petani tembakau telah lama meyakini dan menghayati hal tersebut. Sekalipun kesempatan untuk menjadi petani tembakau yang sejahtera hanya mimpi, kami tak akan berhenti berjuang.
Opini ini tayang di Kompasiana, https://www.kompasiana.com/siyamin_aptitemanggung/623a0931a8804353b2405713/petani-tembakau-sejahtera-mimpikah