Perlindungan & Keberpihakan Ekosistem Pertembakauan Sebagai Penyangga Ekonomi

Perlindungan & Keberpihakan Ekosistem Pertembakauan Sebagai Penyangga Ekonomi

JAKARTA, 25 Oktober 2022 – Sinyal resesi dan ketidakstabilan ekonomi global telah diperingatkan oleh para ahli dari berbagai lembaga dunia. Tak sedikit pula yang memprediksi perekonomian global akan menghadapi badai sempurna (perfect storm). Perfect storm tersebut didorong oleh 5C: covid-19 yang belum selesai, conflict Rusia-Ukraina, climate change atau perubahan iklim, commodity prices atau harga komoditas yang melonjak, dan cost of living atau biaya hidup yang semakin berat akibat inflasi. Kondisi ekonomi yang rentan ini membuat berbagai negara melakukan efesiensi termasuk Indonesia yang menyalakan alarm dan melakukan berbagai langkah mitigasi untuk menghindari kondisi tersebut.

Ekosistem pertembakauan sebagai salah satu lingkup industri andalan yang berkontribusi terhadap penerimaan negara, tak bisa disangkal memiliki peran signifikan sebagai salah satu unit penyangga perekonomian. Kinerja cukai hasil tembakau (CHT) pada semester I 2022 mencapai Rp118 triliun dan CHT sendiri telah menyumbang sekitar 95% dari total pendapatan cukai. Bahkan untuk tahun depan, pemerintah menargetkan pendapatan cukai sebesar Rp 245,45 triliun. Target tersebut naik 11,6% dibandingkan yang ditetapkan dalam Perpres 98/2022.

Baca juga: https://amti.id/rencana-kenaikan-cht-dan-ancaman-keberlangsungan-masa-depan-pertanian-tembakau-di-temanggung/

Melihat sumbangsih dan target penerimaan negara yang dibebankan kepada komoditas tembakau, Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) menilai bahwa ekosistem pertembakauan semestinya mendapat perlindungan dan keberpihakan pemerintah. Bukan sebaliknya, diserang lewat berbagai tekanan regulasi pertembakauan yang tidak berimbang dan eksesif.

Hananto Wibisono, Sekjen AMTI saat memberikan keterangan pers 

Hananto Wibisono, Sekjen AMTI menekankan bahwa ada lebih dari 6 juta masyarakat yang menggantungkan hajat hidupnya secara langsung pada kelangsungan ekosistem pertembakauan di Indonesia. “Maka, ketika dihadapkan pada berbagai proyeksi kondisi global yang serba tak pasti, ekosistem pertembakauan seharusnya mendapatkan perlindungan bahkan didorong, diberi kesempatan untuk tumbuh. Pemerintah seharusnya bisa dan punya andil untuk menjadikan ekosistem pertembakauan nasional sebagai segmen industri padat karya yang lebih maju, memiliki nilai tambah, berdaya saing global dan menjangkau SDM yang lebih banyak,” ujar Hananto, Rabu (19/10/2022) di Jakarta.

Baca Juga: https://amti.id/69-juta-konsumen-memperjuangkan-hak-partisipatif-dan-advokasi-dalam-regulasi-pertembakauan/

Dalam konteksi tenaga kerja, Hananto mencontohkan, ketika hantaman gelombang PHK mulai dirasakan sejak pandemi hingga awal 2022, ekosistem pertembakauan justru menyerap sekitar 6.000 tenaga kerja dalam dua tahun terakhir. Nilai lebihnya, tenaga kerja baru 95% adalah perempuan atau ibu-ibu yang mengambil peran sebagai tulang punggung keluarga.

“Perlu disadarai bahwa ancaman resesi tidak hanya berkaitan dengan kontraksi pertumbuhan ekonomi namun juga berkurangnya lapangan pekerjaan. Realitanya, elemen ekosistem pertembakauan yakni segmen Sigaret Kretek Tangan (SKT) justru masih mampu berkontribusi menyerap tenaga kerja. Oleh karena itu, kami berharap pemerintah dapat membuka mata atas situasi ini dan menunjukkan komitmen keberpihakannya. Salah satunya dengan memberikan perlindungan pada SKT sebagai elemen penting ekosistem pertembakauan,” Hananto menjelaskan.

Baca Juga: https://amti.id/sinyal-cht-naik-pakta-konsumen-minta-pemerintah-harus-lindungi-ekosistem-pertembakauan/

Di antaranya dengan menunda kebijakan CHT sebagai stimulus terhadap ekosistem pertembakauan termasuk kepada segmen SKT. Di sisi lain, kondisi mahalnya berbagai barang kebutuhan dan daya beli masyarakat yang belum pulih sepenuhnya, lanjut Hananto, bisa menjadi parameter perekonomian bagi pemerintah untuk untuk tidak menaikkan CHT 2023 demi melindungi 6 juta tenaga kerja pada elemen mata rantai ekosistem pertembakauan.

“Mulai dari petani yang saat ini menghadapi tantangan kondisi cuaca hingga harga pupuk, membuat panen tidak maksimal. Pekerja yang dihantui oleh bayang-bayang pengurangan tenaga kerja, pabrikan dan industri yang sedang sekuat tenaga menjaga kestabilan operasional, pedagang UMKM dan retailer kecil yang sedang bangkit hingga konsumen yang berupaya memulihkan daya beli akan merasakan dampak secara langsung dan menyeluruh akibat naiknya tarif CHT. Jangan sampai kebijakan CHT di tengah kondisi inflasi dan ancaman resesi justru mematikan seluruh penghidupan di ekosistem pertembakauan,” tegas Hananto. (*)

Add a Comment

Your email address will not be published.