Perempuan Pelinting Asa
Oleh: Budidoyo, Ketua Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI)
Sebelum matahari terbit dan ayam jago belum berkokok, para perempuan yang bekerja sebagai pelinting rokok menjalani aktivitas yang lumayan padat. Tak sempat bersolek, para perempuan tangguh ini mulai mempersiapkan urusan domestik seperti membersihkan rumah, menyiapkan makanan untuk suami dan anak lalu berangkat kerja melinting rokok.
Ketabahan dan ketangguhan perempuan pelinting rokok masih terus diuji, bahkan ketika para suami yang menjadi tulang punggung keluarga harus terkena PHK akibat dampak badai pandemi. Perempuan yang bekerja sebagai pelinting rokok pun harus mengambil peran sebagai garda terdepan agar asap dapur tetap mengepul.
Di pabrikan, para perempuan ini dihadapkan pada tugas yang bagi masyarakat mayoritas adalah pekerjaan yang monoton, membosankan, dan jam kerja yang relatif panjang. Butuh ketelatenan dan ketelitian. Walaupun demikian, mereka bertahan, tak sedikit yang bekerja sebagai buruh selama lebih dari 10 tahun.
Para perempuan pelinting rokok di pabrikan, secara kolektif, saling mendukung dengan memproduksi rokok sesuai target yang diberikan. Biasanya setiap bulan, manajemen pabrik akan melakukan evaluasi apakah masing-masing kelompok pekerja perempuan telah mencapai target yang ditentukan, baik dari segi jumlah maupun kualitas. Bila dalam suatu kelompok terdapat satu orang saja yang tidak mencapai target, seluruh kelompok tetap akan terkena teguran atau sanksi.
Para perempuan pelinting rokok inilah yang menjadi penyangga industri hasil tembakau (IHT) yang telah berkontribusi terhadap triliunan pajak negara. IHT menjadi sektor usaha yang memberikan kesempatan dan ruang bagi para perempuan dengan latarbelakang pendidikan minim, berkesempatan mandiri dan menghidupi keluarga mereka.
Tercatat bahwa 86% dari seluruh pekerja di sektor pengolahan tembakau berasal dari kaum perempuan. Pengorbanan mereka demi membantu mencukupi kebutuhan keluarga sangat besar. Mereka adalah tulang punggung rumah tangga dan industri. Posisi para perempuan di sektor tembakau tentu sangat kritikal.
Bila ada tekanan terhadap pabrikan secara khusus dan industri secara umum yang mengancam keberlangsungan pabrikan dan pekerjaan mereka. Maka, akan sulit bagi mereka untuk menemukan sektor industri lain yang dapat menyerap profil para pelinting rokok, apalagi bila dilihat dari sisi pendidikan dan keterampilan yang dimiliki.
Di satu sisi, di tengah kondisi yang serba sulit saat ini, pabrikan dan industri diharapkan berkomitmen untuk memenuhi hak para pekerja perempuan pelinting rokok, di luar upah. Semisal memberikan keringanan bagi pekerja wanita yang baru saja melahirkan atau tengah mengurus anak, bagaimana menyediakan ruang ASI yang betul-betul memadai, bersih, dan sesuai dengan standar kesehatan. Juga memfasilitasi pekerja perempuan yang terkena shift kerja malam dengan layanan antar jemput.
Ratusan ribu para perempuan pelinting rokok kini menunggu perhatian dan perlindungan pemerintah dalam membuat kebijakan yang bisa menjaga keberlangsungan bisnis industri tembakau. Mereka membutuhkan atensi, dukungan dan komitmen seluruh pemangku kebijakan agar para pekerja perempuan dapat bekerja aman dan nyaman. Tak perlu waswas terancam kehilangan pekerjaan, sehingga tak mampu menghidupi diri dan keluarga. Jangan janjikan cerita surga pada mereka karena ini persoalan hak hidup, persoalan kemanusiaan.
Salam hormat bagi para perempuan buruh rokok. Selamat Hari Perempuan Internasional. Surga di telapak kakimu.
Opini ini tayang di medium.com https://aliansimasyarakattembakau.medium.com/perempuan-pelinting-asa-963e55fb2dc