Kompak Jaga Keberlangsungan Ekosistem Pertembakauan, Elemen Hulu-Hilir Minta Pelibatan dalam Penyusunan Regulasi
JAKARTA – Elemen hulu hingga hilir ekosistem pertembakauan, mulai dari petani tembakau, petani cengkeh, pekerja, pabrikan, hingga konsumen berkomitmen menjaga keberlangsungan komoditas ini. Seluruh elemen kompak meminta dilibatkan dalam penyusunan regulasi yang mengatur ekosistem pertembakauan. Seruan ini disampaikan dalam gelaran Halal Bi Halal Ekosistem Pertembakauan pada Rabu, 8 Mei 2024. “Di tengah situasi dan kondisi yang saat ini penuh tantangan, industri hasil tembakau (IHT) tetap memberikan kontribusi bagi pembangunan bangsa melalui penerimaan negara. Di sisi lain, masih banyak peraturan yang sangat membatasi bahkan menuju pada pelarangan total yang akan berdampak pada masa depan ekosistem pertembakauan,” ujar I Ketut Budhyman, Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI).
Ia juga menekankan bahwa seluruh elemen ekosistem pertembakauan tidak anti-regulasi. Para petani tembakau, petani cengkeh, pekerja dan seluruh stakeholder pertembakauan mendukung penuh cita-cita pemerintah untuk melindungi dan mensejahterahkan masyarakat. “Namun, yang perlu diingat adalah ada enam juta penghidupan yang bergantung langsung pada ekosistem pertembakauan. Sedikit saja disrupsi terjadi pada salah satu elemennya, dapat dipastikan seluruhnya akan merasakan dampaknya. Oleh karena itu, kami berharap pemerintah dapat mengakomodir aspirasi dari elemen hulu-hilir pertembakauan terkait regulasi yang mengelilingi ekosistem ini,” tegas Budhyman.
Senada, Ketua DPD Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Jawa Barat Suryana mengutarakan bahwa tembakau adalah komoditas yang dibenci tapi dirindu. Sebagai elemen paling hulu, petani tembakau takut kehilangan jati diri dan sawah ladangnya akibat peraturan yang melulu ingin mematikan tembakau di Indonesia. “Kami petani ini selalu manut sama peraturan. Tapi yang kami rasakan justru pemerintah seperti tidak hadir, tidak melindungi petani. Indonesia adalah negara agraris tetapi petaninya mau bercocok tanam, budidaya tembakau, akan dilarang. Jadi, sebenarnya di mana peran pemerintah?,” sebutnya.
Di sisi hilir, Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo), Benny Wahyudi mengatakan, saat ini industri hasil tembakau (IHT) dalam kondisi yang sedang tidak baik-baik saja. IHT sebagai industri yang kompleks, selalu dikelilingi oleh regulasi yang lambat laun mematikan rokok sebagai produk legal. “Padahal penerimaan negara masih bersandar dari cukai hasil tembakau (CHT). Dengan regulasi yang eksesif, termasuk penetapan kebijakan fiskal (kenaikan CHT) yang selalu tinggi, tidak serta merta prevalensi perokok turun. Sebaliknya yang terjadi, rokok ilegal semakin marak, yang pada akhirnya berdampak pada penerimaan negara,” tegas Benny.
Keresahan yang sama juga dirasakan oleh Ketua Gabungan Perusahaan Rokok (Gapero), Sulami Bahar menuturkan bahwa kondisi saat ini sangat berat bagi IHT khususnya bagi segmen sigaret kretek tangan (SKT). Walaupun mengalami pertumbuhan, namun dengan kepungan regulasi yang ada, pabrikan SKT, khususnya industri kecil, bebannya masihlah berat. “Kami sangat takut. Lambat laun, akan habis perusahaan SKT kecil yang sedang berjuang untuk bertahan. Kami berharap pemerintah bisa melihat situasi yang terjadi saat ini dengan seadil-adilnya,” tutup Sulami. (*)