Notice: Function _load_textdomain_just_in_time was called incorrectly. Translation loading for the qempo-themer domain was triggered too early. This is usually an indicator for some code in the plugin or theme running too early. Translations should be loaded at the init action or later. Please see Debugging in WordPress for more information. (This message was added in version 6.7.0.) in /home/k2217575/domains/amti.id/public_html/wp-includes/functions.php on line 6114
Kementan Minta PP 109 Tahun 2012 Optimalkan Edukasi dan Law Enforcement Dibandingkan Revisi – AMTI
Kementan Minta PP 109 Tahun 2012 Optimalkan Edukasi dan Law Enforcement Dibandingkan Revisi

Kementan Minta PP 109 Tahun 2012 Optimalkan Edukasi dan Law Enforcement Dibandingkan Revisi

JAKARTA – Mata rantai ekosistem pertembakauan menyatakan secara tegas monolak revisi PP 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan. Pernyataan ini disampaikan Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) saat melakukan audensi dengan Direktur Tanaman Semusim dan Rempah, Ardi Pratono, Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian, Senin, 30 Januari 2023.

Sekretaris Jenderal AMTI, Hananto Wibisono menjelaskan, pemerintah seharusnya tidak merevisi PP 109/2012 karena regulasi yang ada sudah sangat ketat dalam pengendalian produk tembakau baik pengaturan terkait iklan, promosi, penjualan dan produksi produk tembakau. Bahkan termasuk memberikan amanah kepada pemerintah daerah untuk membentuk peraturan tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) secara komprehensif.

Baca juga: https://amti.id/hkti-minta-petani-dilibatkan-dalam-menentukan-cht/

“AMTI menilai, revisi PP 109/2012 tidak perlu dilakukan, karena sudah baik, yang perlu dioptimalkan adalah implementasinya. Jika paksakan revisi, maka akan berpengaruh pada ekosistem pertembakauan dari hulu hingga hilir,” jelasnya.

Hananto menyebutkan, ada tujuh poin yang menjadi pokok tertuang pada Keputusan Presiden (Keppres) 25 Tahun 2022 dan kesemuanya sudah diatur dalam PP 109 Tahun 2012. Contoh, jika peringatan bergambar dipaksakan 90% ini akan berbenturan dengan kebutuhan informasi untuk konsumen yang sudah diatur dalam UU Konsumen.

“Jelas bahwa dalam putusan MK tahun 2009 dan tahun 2015 bahwa rokok adalah produk legal yang masih diperkenankan untuk melakukan promosi dan iklan,” tambah dia.

Sementara itu, untuk sisi hulu, petani tembakau tidak hanya mengahadapi pandemi covid 19, petani tembakau dalam tiga tahun terakhir juga dihadapkan pada kondisi kemarau basah yang mengakibatkan hasil produksi tembakau tidak bagus. Apalagi dengan kebijakan fiskal yang sudah ditetapkan untuk dua tahun mendatang (2023-2024) dan kebijakan non fiskal yang semakin ketat maka tentunya akan berpengaruh terhadap serapan tembakau.

Senada dengan AMTI, Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Benny Wachjudi mengatakan revisi PP 109 Tahun 2012 yang didorong akan dipastikan membunuh Industri Hasil Tembakau (IHT).

“Jadi dari kami tentunya menolak rencana revisi PP 109/2012 yang tertuang dalam Keppres 25/2022. Mari bersama-sama untuk mendorong implementasi PP 109/2012 lebih effektif, karena semua sudah tertuang di sana,” tegasnya.

Baca juga: https://amti.id/tembakau-dan-kesadaran-sejak-kecil/

Selain itu, lanjut Benny, mengenai data prevalensi perokok anak. Seyogyanya Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menggunakan data Badan Pusat Statistik (BPS). “Tidak harus selalu bersikeras menggunakan data sendiri (Riskesdas) yang dikeluarkan 5 tahun sekali terkahir 2018,” katanya yang mengatakan Gaprindo juga aktif melakukan Gerakan Cegah Perokok Anak dan ini bisa diliat dari cegahprokokanak.id.

Masih di tempat yang sama, Ketua Paguyuban Mitra Produksi Sigaret Indonesia (MPSI), Sriyadi Purnomo mengungkapkan dari upaya yang dilakukan Kemenkes dalam mendorong revisi PP 109 Tahun 2012 apakah ada kemungkinan di dorong oleh lembaga asing untuk kempentingan tertentu.

“Jika data BPS mengenai prevalensi perokok anak tidak diterima oleh Kemenkes, ini sama saja Kemenkes tidak mengakui keberadaan BPS yang menjalankan amanah langsung dari presiden. MPSI menolak rencana revisi karena sudah tentu ini akan berdampak pada penghidupan kurang lebih 60 ribu tenaga kerja,” katanya.

Optimalkan Edukasi dan Penegakkan Hukum

Menanggapi pernyataan itu, Direktur Tanaman Semusim dan Rempah, Ardi Pratono menyatakan, PP 109/2012 adalah bentuk manifestasi sebagai jalan tengah bagi semua pihak sehingga jika ada rencana revisi maka perlu dipertanyakan apakah ada studi atau kajian atas tujuh poin yang tertuang dalam Keppres 25 tahun 2022.

“Kami sepakat seharusnya PP 109/2012 yang berlaku harus dioptimalkan adalah edukasi dan law enforcementnya (penegakkan hukum). Untuk itu, kami membutuhkan dari AMTI khususnya terkait dengan pertanian seperti kolerasi isu revisi dengan dampak/efek lansung dari petani tembakau dan isu pekerja,” jelasnya. (*)

Add a Comment

Your email address will not be published.