Elemen Ekosistem Pertembakauan Sepakat Tolak Wacana Revisi PP 109 Tahun 2012
SURABAYA – Seluruh elemen ekosistem pertembakauan bersama stakeholder terkait sepakat menolak wacana revisi Peraturan Pemerintah ( PP ) No. 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan. Dalam Sarasehan Pertembakauan, Rabu (23/2).
Sulami Bahar, Ketua Panitia Sarasehan Pertembakauan yang juga Ketua Gabungan Pengusaha Rokok (Gapero) Surabaya, menuturkan wacana revisi PP No.109 Tahun 2012 meresahkan seluruh ekosistem pertembakauan dari hulu hingga hilir.
Padahal sejatinya, komoditas pertembakauan terus konsisten memberikan kontribusi signifikan terhadap penerimaan negara namun arah kebijakan yang dilahirkan pemerintah, sangat eksesif.
“Sarasehan ini menjadi wadah untuk menyampaikan pandangan bahwa tidak ada urgensi untuk merevisi PP 109/2012. Pemerintah perlu secara luas melihat dampak revisi regulasi terhadap ekosistem pertembakauan yang sedang tidak baik-baik saja,” katanya.
Sementara itu, Kamar Dagang Industri (Kadin) Jatim berpandangan bahwa Industri Hasil Tembakau (IHT) adalah sektor vital yang memiliki peranan penting dalam penyediaan lapangan kerja.
“Ekosistem pertembakauan ini unik dan spesial. Namun 7 poin materi perubahan yanh diusulkan dalam dorongan revisi PP 109/2012 justru memukul seluruh elemen ekosistem pertembakauan. Padahal tujuan revisi PP 109/2012 untuk menurunkan prevalensi perokok anak, sesuai dengan data BPS, sudah turun. Maka, PP 109/2012 sudah efektif dalam mengatur ekosistem pertembakauan,” ujar Adi Dwi Putranto, Ketua Kadin Jatim.
Lanjutnya, hingga saat ini sudah ada 446 regulasi tingkat regional dan nasional yg eksesif. Sehingga, dorongan untuk merevisi PP 109/2012 akan menambah dampak yang kontraproduktif terhadap tujuan pemerintah mendorong kontribusi, sumbangsih dan pertumbuhan ekosistem pertembakauan.
Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) menilai masifnya dorongan revisi regulasi yang datang dari kelompok-kelompok anti-tembakau tidak pernah memikirkan domino effect yang akan mempengaruhi 24 juta penghidupan yang bergantung pada IHT. Justifikasi yang digunakan sebagai landasan untuk mendesak wacana revisi regulasi juga tidak relevan.
“Sebagai contoh, Jatim yang merupakan sentra pertembakauan nasional memberikan kontribusi signifikan terhadap PDRB Jatim. Ketika ada dorongan revisi regulasi, betapa luar biasanya dampak yang akan ditimbulkan bagi daerah dan negara. Ini yang benar-benar perlu diperhatikan dan menjadi pertimbangan seksama pemerintah. Di tengah situasi ekonomi yang menantang saat ini, seharusnya pemerintah seharusnya memberikan ruang dan kesempatan serta perlindungan bagi ekosistem pertembakauan,” tegas Hananto.
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jatim merilis bahwa output IHT Jatim memberikan kontribusi 7.85% terhadap total PDRB Jatim dan kontibusi cukai hasil tembakau (CHT) sebesar 61% dari total penerimaan CHT secara nasional pada 2021. sebagai sentra pertembakauan nasional, ekspor tembakau Jatim pun selalu surplus sejak 2017 hingga 2021 pada kisaran US$67,91 juta – US$189,92 juta. Terdapat 425 industri pengolahan tembakau yang mempekerjakan 153 ribu tenaga kerja di Jatim. “Oleh karena itu wacana Revisi PP 109/2012 akan mengganggu keseimbangan berbagai aspek,”ujar Iwan, Kadisperindag Pemrpov Jatim.
Pengendalian Tembakau yang Proporsional
Rais Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Azizi Hasbulloh menilai desakan untuk merevisi PP 109/2012 mengundang tanda tanya.”Kenapa pemerintah terus menerus menyasar rokok? Sebelum ada pemerintah Indonesia, rokok itu sudah ada. Ada apa ini, kenapa dipermasalahkan dengan wacana revisi PP109/2012? Jika ini dilanjutkan, ekonomi hancur, negara hancur,” tegas KH Azizi Hasbulloh yang menjadi panelis dalam Sarasehan Pertembakauan.
Ia juga menekankan agar pemerintah bersikap proporsional dalam mengatur tembakau. Sehingga tidak merugikan petani tembakau dan masyarakat pekerja industri hasil tembakau.“Banyak hal yang seharusnya tidak butuh diatur atau dibatasi dengan ketat, justru dihajar dengan peraturan yang tidak jelas,” katanya.
Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) mencatat tanaman tembakau di Indonesia dikembangkan di 15 provinsi dan kurang lebih ada di 92 kota/kabupaten dengan total luas area pada 2021 mencapai 218.477 ha, dan jumlah produksi 244.414 ton. Jumlah petani tembaku di Indonesia mencapai lebih dari 1,54 juta orang dengan menyerap buruh tani sebanyak 10,73 juta orang. (*)